“Kemanakah aku harus pergi?”. Pertanyaan itu mengendap dalam benakku dan sering muncul diikuti pertanyaan yang bernada serupa tanpa diikuti jawaban. Rasanya sesulit soal-soal fisika dan matematika. Ragaku tercekik tiap kali memikirkannya. Tiap kali aku berusaha mengalihkan pikiranku tetap saja pertanyaan tersebut kembali menyeruak muncul. Aku benci diriku yang tak bisa mengendalikan pikiranku sendiri. Aku juga benci pikiranku yang mudah sekali teralihkan.
Pada awalnya tujuanku jelas. Semenjak umi menumpahkan semua keingannya padaku, lama-kelaman tujuanku menjadi kabur dan bias. Aku merasa ragu dan keraguanku itu menggerogotiku tiap hari membuat lubang keraguan yang besar dalam hatiku. Lubang besar itu membuatku merasa tak nyaman, apalagi aman. Ingin sekali kuterbebas dari perasaan ini.
Umi menginginkanku masuk Kedokteran, Teknik Kimia ITB, Teknik Elektro ITB, STAN, Farmasi ITB, Administrasi Fiskal UI, dan sederet cita-cita umi lainnya. Aku berusaha meyakinkan beliau akan jalan yang kupilih : psikologi. Namun, umi tidak menrestuinya. Umi bilang aku tidak cocok menjadi psikolog karena kepribadianku yang introvert, cuek dan jutek. Jauh di lubuk hatiku, aku tahu yang umi katakan ada benarnya. Namun, mendengar hal tersebut membuatku merasa selama ini aku bermimpi hal yang tidak boleh kuimpikan.
Aku ingin bisa meraih cita-citaku tapi aku tak mau melawan keinginan umi. Karena aku tahu restu Allah terdapat pada restu kedua orang tuaku. Akut takut aku menjadi anak yang tidak berbakti jika aku memilih jalan yang ingin kutempuh. Tapi jika aku memilih jalanku tanpa restu umi sama saja dengan aku ini egois. Aku ingin membahagiakan umi dan tidak mengecewakannya. aku benar-benar kebingungan. rasanya seperti melawan pukulan emosi yang tak bisa kumenangkan. Kemanakah aku harus pergi? Kapan aku menuju kepastian?
Pada awalnya tujuanku jelas. Semenjak umi menumpahkan semua keingannya padaku, lama-kelaman tujuanku menjadi kabur dan bias. Aku merasa ragu dan keraguanku itu menggerogotiku tiap hari membuat lubang keraguan yang besar dalam hatiku. Lubang besar itu membuatku merasa tak nyaman, apalagi aman. Ingin sekali kuterbebas dari perasaan ini.
Umi menginginkanku masuk Kedokteran, Teknik Kimia ITB, Teknik Elektro ITB, STAN, Farmasi ITB, Administrasi Fiskal UI, dan sederet cita-cita umi lainnya. Aku berusaha meyakinkan beliau akan jalan yang kupilih : psikologi. Namun, umi tidak menrestuinya. Umi bilang aku tidak cocok menjadi psikolog karena kepribadianku yang introvert, cuek dan jutek. Jauh di lubuk hatiku, aku tahu yang umi katakan ada benarnya. Namun, mendengar hal tersebut membuatku merasa selama ini aku bermimpi hal yang tidak boleh kuimpikan.
Aku ingin bisa meraih cita-citaku tapi aku tak mau melawan keinginan umi. Karena aku tahu restu Allah terdapat pada restu kedua orang tuaku. Akut takut aku menjadi anak yang tidak berbakti jika aku memilih jalan yang ingin kutempuh. Tapi jika aku memilih jalanku tanpa restu umi sama saja dengan aku ini egois. Aku ingin membahagiakan umi dan tidak mengecewakannya. aku benar-benar kebingungan. rasanya seperti melawan pukulan emosi yang tak bisa kumenangkan. Kemanakah aku harus pergi? Kapan aku menuju kepastian?
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung :D
Yang menulis belum tentu lebih pintar dari yang membaca
Jadi, silahkan kalau mau memberikan kritik, saran, umpan balik & pujian.
:D