|
Sumber: http://instagram.com/mmaryasir |
My mind has been buzzing a lot lately. It has been telling me “I am tired. I need to get out of this.”
I was confused. Why my mind telling me that? Rest is not an option. There are so many things I have to do. My work at SWA is not hard one but at this time the work load was so many because I was on deadline. Besides work, I had lot thinks to do. So many books I have not read, so many blog post idea that has not been published, so many book review that I planning to write but they have not been written until now. I did not think it is a wise decision to take a leave or rest.
Then Monday Morning, 17th October, I threw up four times. I was sick since 3rd October, but I had seen doctor and I had consumed all my medicine, I presumed that I should be getting better, but I did not. I still feel ill.
I tried to call my mom but she did not pick her phone. Maybe all I need is sleep then I will getting better. So I went home early from, spent all day slept then at night, I’ve already feeling better. Alhamdulillah :D
But it is temporary. In the morning, I started to feel sick again. I had a runny nose and sore throat. I told Retno about my condition and she suggested me to take a sick leave, so I did. Maybe I need a rest. Near lunch, my mom was calling me back and asked me what happened. I hesitated because I don’t want her to worry but in the end,I told her about my condition. She said she will came to Jakarta and see my condition. I replied that she did not have to do that. But she insisted that she and my step father will come to Jakarta. So, my mom and my step father went to Jakarta from Karawang. The initial plan was my parent come to see my condition and accompanied me to see doctor in Jakarta ( I can see doctor by myself but my mom said she want to accompanied me), then my mom changed her mind. She thought I’d better to see doctor in Karawang. So she told me to pack my things that I need to bring to Karawang. Yeah, I was going back to Karawang
The doctor said that I am exhausted (kecapaian) and need rest. He told me I should smile and laugh more often. He also suspected that I did not get enough sleep. Aku terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa aku kecapaian? Aku juga cukup sering tertawa dan tersenyum. Aku termasuk orang yang tidur cepat. Jam 9 malam saja, aku biasanya sudah tidur. Dokter kemudian memberikan surat sakit untuk beristirahat sampai Kamis.
Aku bersyukur bisa berobat tapi aku merasa bersalah karena ada pekerjaan yang belum selesai kukerjakan. Aku meminta maaf kepada Mba Ratna dan berkata aku akan mencoba tetap mengerjakan pekerjaan tersebut di rumah. Tapi Mba Ratna bilang sebaiknya aku beristirahat saja.
Jadi bisa dibilang aku menghabiskan waktuku dengan makan, minum, dan tidur.
Setelah mendengar bahwa aku kecapaian. Aku mencoba mengosongkan pikiranku. Aku mencoba menghentikan pikiranku yang berkata “aku harus begini.. aku harus begitu..”.
Saat berbaring di kasur, aku mengira ada lebih banyak hal yang harus kulakukan tapi ternyata Allah memberikan aku sakit. Aku malah tidak melakukan apa-apa. Membuatku berpikir ulang mengenai hal-hal yang selama ini kupikir harus aku lakukan. I want to do everthing but I can’t.
Awalnya aku berpikir jawabannya adalah aku mengurangi waktu istirahatku supaya bisa mencapai semuanya, tapi Allah justru membuatku beristirahat. Membuatku merenung dan bertanya kenapa aku merasa harus melakukan semua yang ingin aku lakukan. Aku harus mengatur ulang prioritasku.
Kurasa aku mengejar perasaan bahagia karena berhasil meraih sesuatu. Aku perfeksionis dan ini aku memiliki conditional self esteem. Aku merasa bahagia dan menyukai diriku sendiri saat aku berhasil berprestasi dan mencapai sesuatu dan aku membenci diriku saat aku tidak berhasil melakukan apa-apa.
Aku jadi bertanya, apa sih sebenarnya tujuan hidupku? Dan apakah tindakanku sudah mendukung/menunjang tujuan hidup tersebut.
Aku baru saja membaca
Kebahagian yang kutahu oleh Datuk Stella Chin dan salah satu saran dalam buku tersebut adalah menerima ketidaksempurnaan. Datuk Stella Chin melepas mimpinya menjadi desainer dan memilih mendukung mimpi suaminya. Saat membaca tips tersebut aku teringat salah satu kejadian saat aku mahasiswa baru. Ada banyak UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang aku minati. Aku ingin masuk SUMA (Suara Mahasiswa, pers kampus), SALAM UI, BEM UI, RTC UI (radio UI), dan masih ada lagi. Saat aku bilang tentang keinginanku tersebut, salah seorang temanku di asrama UI berkomentar “Han, loe sebenarnya mau kuliah apa mau ikut UKM? Kalau loe ikut UKM sebanyak itu, waktu loe akan habis buat UKM.” Komentar temanku tersebut membuat aku berpikir ulang dan setelah berbagai pertimbangan pada akhirnya aku memutuskan ikut SALAM UI. Jadi bye SUMA, bye BEM UI, Bye RTC UI, bye UKM lain. I let you go.
Aku jadi berpikir mungkin itu yang aku alami saat ini mirip seperti itu. Ada banyak kegiatan yang menarik minatku tapi bukan berarti aku harus melakukan semuanya. Waktu dan kemampuanku terbatas, aku harus memilih. Aku seolah diingatkan akan sifatku sendiri. Aku ini banyak maunya. Hahahaha Tapi tidak semua keinginanku sebaiknya diikuti.
“Start doing what is necessary then do what’s possible, and suddenly you are doing the impossible” –Saint Franciss of Assisi
Dan di tengah sakit, aku jadi menyadari sepertinya aku terlalu fokus pada hal-hal yang belum kulakukan dan hal yang tidak kumiliki. Saat sakit, aku menyadari bahwa aku masih beruntung. Aku masih punya orang tua, rumah untuk berteduh, bisa berobat ke dokter, punya kasur yang empuk, punya pakaian, dan masih banyak lagi nikmat dari Allah yang kadang aku lupakan or taking for granted. Alhamdulillah terima kasih atas semuanya ya Allah :)
GWS untuk hal-hal yang sedang tidak baik-baik saja. Apapun itu. – Ammar Yassir Jayyid