Aku berjalan mendekati
Jun yang sedang menonton TV di ruang keluarga.
“Jun, apa ini?!” tanyaku sambil memegang
action figure gundam.
Pandangan Jun yang
beralih kepadaku. Kedua alis Jun bergerak menjauh, bola matanya membesar, mulutnya
terbuka lebar.
Tertangkap basah. Benar
dugaanku ini adalah salah satu action figure yang baru.
Tadi saat sedang
membereskan lemari pakaian, aku menemukan action figure gundam dibalik tumpukan
kemeja Jun.
Aku menatapnya tajam. “Kamu
beli action figure gundam lagi?”
Jun menunduk.
“Ummm... iya”
Aku mengerang “Juuun! Kamu
ngga sadar kondisi keuangan kita? Aku
ngga masalah kamu beli action figure kalau keuangan kita lagi lancar. Buat kebutuhan sehari-hari aja kita susah. Kamu
mikir ngga sih?!”
Aku berteriak histeris. Aargh... Bisa gila aku.
Aku berteriak histeris. Aargh... Bisa gila aku.
Sebulan terakhir ini
aku stress. Tabungan kami menipis. Kami mulai menunggak tagihan listrik, air,
cicilan rumah dan motor. Tiga bulan lalu perusahaan Jun bangkrut, Jun diPHK dan
sampai saat ini Jun belum mendapat pekerjaaan. Aku juga ingin ikut membantu
dengan bekerja tapi Jun melarang. Jun bilang dia ingin aku fokus mengurus putri
kami, Fitri yang bulan ini berusia setahun. Rasanya ada beban berat di
pundakku.
Jun membuka mulut untuk
membela diri “Say, maafin aku tapi itu belinya udah lama kok”
Aku masih melotot padanya.
“Sumpah.. itu udah
lama.. 3 bulan yang lalu.” Jelas Jun takut-takut.
Aku memutar bola mata,
tidak percaya mendengarnya. “3 Bulan lalu?!”
Wajahku memerah.
Amarahku memuncak. “Ini bisa dijual lagi ga?
Kamu beli ini berapa?”
“Ummmm....”
“Berapa, Jun?”
“Sepuluh...”
“Sepuluh ribu? Ngga
mungkin harganya 10rb?” Volume suaraku makin keras. Aku tahu hobi Jun
mengoleksi action figure dan dia selalu membeli action figure asli. Tidak
mungkin harganya Cuma 10.000. Jun menggeleng, dia menunjuk jam dinding “10
menit.”
Aku terbelalak. Sial!
Sejak kapan dia menghitung?
“Kesepakatan 10 menit”.
Jelas Jun
Ugh. Aku kesal padanya.
Cerdas sekali caranya kabur dari pertanyaanku. Aku dan Jun punya kesepakatan
bahwa kami hanya akan bertengkar selama 10 menit. Jika sudah 10 menit, kami
akan berhenti berbicara menenangkan diri dan akan membicarakannya lain kali.
Aku menghirup napas
dalam-dalam berusaha menenangkan diri.
“Terima kasih sudah
mengingatkan, Jun.” Aku memaksakan diri untuk tersenyum
Jun mendekatiku,
tersenyum dan mengusap punggungku “Sama-sama”
“Kau tetap harus menjawab pertanyaanku tentang
harga.”
Kau tidak boleh lari,
Jun.
“Tentu saja. Di lain
kesempatan, bukan?” Jun nyengir lebar.
Aku benci diriku
sendiri. Rasa marah dan kesalku langsung turun setelah melihat senyum Jun.
Senyumnya masih mampu membuatku meleleh.
Aku
menggeleng-gelengkan kepalaku, berusaha menyadarkan diri. Aku tidak mau kalah “Tentu
saja, di lain kesempatan” Aku nyegir “dan aku minta lain kesempatan itu bukan
besok tapi dua jam lagi.”
Jun terhenyak kemudian mengendurkan
rahang. “Boleh, kalau itu maumu.”
Yes! Aku berteriak
dalam hati “Aku pamit wudhu dan shalat dulu.”
“Butuh imam? Mau shalat
berjamaah?”
Aku mengangguk.
Kebiasaan kami yang lain untuk menenangkan diri adalah shalat sunnah dua
rakaat. Kadang-kadang Jun memilih melakukan shalat sunnah di mesjid untuk
shalat sehingga aku shalat sendiri di rumah.
...
Aku mencium tangan Jun
selesai shalat.
“Say, maafkan aku telah
membuatmu marah. Aku akui aku salah.”
Aku tidak menyangka Jun
akan meminta maaf duluan.
Aku mengangguk “Jun,
maafkan aku tadi marah. Aku tidak keberatan dengan hobimu. Aku hanya berharap
kau bisa lebih menahan diri saat kondisi keuangan kita sedang sulit.”
Jun tersenyum.
“Aku stress dan takut
Jun. Aku tahu rizki sudah diatur oleh Allah, tapi tetap saja aku takut.
Kau belum mendapat kerja,
ada cicilan dan tagihan yang belum dibayar, apa yang sebaiknya kita lakukan?”
“Aku akan mencari jalan
keluarnya. Kau tenang saja. Hidup kadang di atas, kadang di bawah. Kali ini,
kita sedang dibawah.” Jun berusaha menenangkanku.
“Ya, tapi bagaimana, Jun?
Maafkan aku, tapi sudah tiga bulan ini kau menyuruhku tenang, dan sampai
sekarang, aku belum melihat hasilnya.”
“Woaaa.. woaaa...” Jun menggerakan
tangannya, memberi isyaratku agar aku berhenti bicara “Sebentar, Bukannya kau
bilang kita akan bertengkar dua jam lagi? Kau mulai terlalu cepat, sayang”
“Juuun!”
“Beri aku waktu untuk
berpikir”
Aku menutup mulutku dan mengangguk lemah.
...
Aku meninggalkan Jun di
ruang mushala untuk pergi ke kamar. Aku hendak mengecek apakah Fitri masih
tidur. Ketika tiba di kamar, aku bersyukur mendapati Fitri masih terbaring
dalam kondisi tidur lelap.
Aku memutar otakku. Aku
tidak boleh diam saja. Aku harus melakukan sesuatu. Aku mengambil handphoneku.
Apa sebaiknya aku
menelepon Ibu dan meminjam uang padanya.
Aku menelepon Ibu dan
kemudian bertanya kabar beliau. Mendapati ternyata ayah sedang rawat jalan dan
adikku sedang mengerjakan tugas akhir.
Mendengar hal tersebut,
aku mengurungkan niatku meminjam uang pada Ibu. Tidak, kondisi keuangan Ibu
juga sama-sama sedang sulit. Aku tidak boleh membebani beliau.
Haruskah aku meminjam
pada teman baikku?
Tapi aku tidak yakin
Jun akan senang dengan keputusan sepihakku.
Hm... Aku menghela
napas. Aku menatap handphoneku untuk beberapa saat.
Akhirnya kuputuskan
untuk menyusuri google dan mengetik beberapa keyword mengenai melunasi hutang
dan kredit. Aku terdampar di situs CekAja.com. Ternyata artikelnya bagus-bagus.
Aku harus memberi tahu Jun!
Aku keluar kamar dan
berusaha mencari Jun
“Juun!”
“Ya, Say”
Jun datang menghampirku
“Ada yang ingin kuberi
tahu padamu.”
“Kebetulan banget! Aku
juga!”
“Siapa yang mulai
duluan?”
“Ladies first”
“Kamu baca ini deh.”
Aku menunjukkan layar hanphoneku yang terpampang artikel dari situs Cekaja.com
“hahahah” Jun tertawa.
Aku mengeryit tidak mengerti.
“Kamu lihat ini juga”
Jun kemudian menunjukkan layar hanphone-nya.
Mataku terpaku pada
layar handphone Jun. Aku terpana.
Aku ikut tertawa.
Hahahaha.
Ternyata aku dan Jun
hendak menunjukkan artikel yang sama.
“Kita sehati banget ya,
Say?” Jun nyegir lebar
The End
Blog post ini dibuat
dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih mana: Cinta atau Uang?”
#KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com
dan Nulisbuku.com
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung :D
Yang menulis belum tentu lebih pintar dari yang membaca
Jadi, silahkan kalau mau memberikan kritik, saran, umpan balik & pujian.
:D