Editor Fiksi Femina Mba Ficky Yusrini dan novelis Mba Erni Aladjai berbagai tips menulis dalam Talkshow Writer’s Club Femina: Daily Life in Fiction pada Sabtu, 5 Desember di Festival Pembaca Indonesia 2015.
Image Courtesy of owlmilove |
Sesi
dimulai dengan menceritakan latar belakang dan kesibukan Mba Erni
Aladjai. Mba Erni berasal dari Sulawesi Selatan dan merupakan juara 2
& 3 Cerbung Femina. Beliau baru saja kembali dari Book tour di
Amerika. Beliau mengunjungi San Hose, UC Berkeley, Stanford serta klub
pencinta bahasa Indonesia di San Fransisco. Beliau bercerita mengenai
perbedaan pertanyaan peserta booktour di Amerika dan Indonesia. Peserta
booktour di Amerika biasanya merupakan pembaca karyanya sehingga ketika
sesi tanya jawab, pertanyaan yang muncul adalah mengapa karakternya
seperti ini? Mengapa alurnya begini? Dsb. Sementara peserta booktour di
Indonesia belum tentu pembaca karyanya dan pertanyaan yang sering
ditanya adalah proses kreatif dibalik penulisan novel.
Mba
Erni bercerita awalnya dia bekerja kantoran di sebuah bimbingan belajar
dan juga bekerja secara part time sebagai editor berita, kemudian
memilih berhenti bekerja dan fokus menjadi penulis. Ternyata rezeki
tetap mengalir ketika dia memilih full time sebagai penulis.
Mba
Erni mengungkapkan alasan beliau menyukai cerpen-cerpen di Femina
adalah tokohnya orang biasa dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Mba Ficky. Mba Ficky memberi contoh
salah satu cerpen yang dimuat di Femina bercerita tentang seorang lelaki
dan tunangannya yang seminggu lagi hendak menikah pergi belanja ke
mall, sampai ke toko tas dan tunangannya mengatakan dia menyukai salah
satu tas yang dipajang. Sang lekaki pun kembali lagi ke toko tersebut
untuk membelikan tas yang disukai tunangannya dengan harapan memberi
kejutan. Ternyata tunangan tersebut malah tidak suka mendapat tas
tersebut dan berkata “Mengapa kamu menghambur-hamburkan uang untuk
membeli tas tersebut? Tas tersebut palsu. Kembalikan saja tasnya.”
Akhirnya sang lelaki pun kembali ke toko tas tersebut, namun dirinya
malah jatuh cinta dengan penjaga toko.
Cerita
ini dekat dengan kehidupan sehari-hari karena perempuan terutama
familiar dengan pengalaman berbelanja tas. Selain itu, cerita tentang
ditinggal kekasih mendekati hari pernikahan juga merupakan salah satu
cerita yang sering kita dengar.
Mba
Ficky memberi saran dalam menulis cerita, jangan membuat tokoh yang
sempurna tetapi buatlah tokoh yang tidak sempurna yang hidupnya
struggling. Pembaca tidak dapat mengidentifikasi diri jika tokohnya
sempurna karena tidak ada manusia yang sempurna.
Menurut
Mba Ficky, kehidupan sehari-hari bisa menarik jika diolah menggunakan
kata-kata yang memikat. Tantangan menulis daily life adalah mengubah
klise menjadi menarik. Beliau juga memberi tips untuk menulis yang kita
ketahui dan kenal dekat, seperti perjuangan naik kereta commuter line.
Mba
Erni bercerita bahwa beliau pernah membaca artikel tentang sisa makanan
dan artikel tsb menyebutkan jika seluruh sisa makanan restoran di
seluruh dunia dikumpulkan bisa memberi makan satu benua Afrika. Artikel
tsb membuat Mba Erni tersadar bahwa hal kecil, seperti menyisakan
makanan ternyata bisa berdampak besar.
Dari
membaca artikel tsb, Mba Erni tergerak menulis cerpen tentang pesta,
dimana orang-orang di pesta tersebut menyisakan makanan dan di akhir
cerita makanan tersebut menangis. Dalam menulis perjuangkan suatu nilai.
Salah
satu cara Mba Erni mendapatkan ide cerpen adalah dari obrolan di
perjalanan. Mba Erni menyarankan agar banyak mendengar, banyak bertanya
dan sedikit memberi tahu.
Mba
Erni pernah bertemu dengan seorang Ibu yang memiliki anak berusia empat
tahun dan anak tsb mencoret mobil baru Ibunya. Ketika ditanya
alasannya, sang anak menjawab supaya mobilnya tidak hilang. Ternyata
selama ini Ibunya sering memberi label nama pada barang-barang sang
anak. Sang anak bertanya mengapa ibunya melakukan hal tersebut? Ibunya
menjawab agar barang-barang sang anak tidak hilang. Sang anak kemudian
belajar jika suatu barang diberi nama maka barang tsb tidak hilang. Sang
anak pun menerapkan hal serupa pada mobil ibunya.
Contoh
lain dari mendengar adalah Mba Erni mengetahui masalah petani. Mba Erni
pernah bertemu petani yang berpendidikan rendah dan dia tidak
mengetahui bahwa selama ini tengkulaknya menggunakan timbangan palsu.
Setelah memperoleh pengetahuan, sang petani kemudian mengetahui bahwa
selama ini dia ditipu oleh tengkulak dan mengetahui bahwa itu adalah
timbangan palsu.
Ide lain beliau dapatkan dengan membaca dan melihat foto dari majalah, koran, dan buku.
Dalam menulis cerpen, Mba Erni menyarakan:
a. bagian pembuka jangan klise, seperti matahari bersinar.
b. Buat ending yang mengejutkan atau memantik pembaca berpikir mendalam.
c. Paragraf pembuka bisa diedit berkali-kali agar ada yang baca (sayang kalau sudah nulis tapi tidak ada yang baca).
Mba
Ficky berbagi ciri cerpen yang dimuat di media adalah karya yang bagus,
awal menarik dan plot yang menarik. Beliau juga menyaranakan agar
menggunakan bahasa Indonesia yang baik yang benar, perhatikan EYD
meskipun tokoh yang digunakan adalah ABG Gaul. Ada seninya dalam
menyisipkan bahasa gaul, daerah atau asing dalam sebuah cerpen.
Mba
Ficky mengatakan bahwa Femina sangat membuka diri untuk penulis baru.
Rule di Femina adalah penulis yang sama (meski karyanya bagus) tidak
akan dimuat dalam waktu berdekatan.
Mba
Erni mengatakan kelebihan penulis baru adalah adanya kesegaran.
Biasanya penulis lama jika kita sering membaca karyanya, lama-lama kita
hapal gaya dan plot menulisnya. Selain itu, Indonesia butuh regenarasi
penulis.
Ketika
menulis, biasanya Mba Erni mengirim paragraf pertamanya ke lima
temannya melalui pesan WA dan bertanya apakah temannya tertarik membaca
lebih lanjut selesai membaca paragraf tsb. Salah satu kalimat pembuka
yang Mba Erni suka dan terkenang selalu adalah kalimat pembuka karya
Seno: Hidupku penuh kesedihan, karena itu aku mengembara.
Mba
Ficky bercerita bahwa Femina memang menerima penulis-penulis dari luar
jawa, yang menceritakan kekhasan budaya mereka. Namun sebagian orang
yang mengirim cerpen terkadang terjebak dalam pemikiran bahwa untuk
dimuat di femina harus menulis tentang pulau eksotis, padahal tidak
seperti itu. Femina juga terbuka dengan cerpen yang membahas tentang
urban seperti makan di kaki lima, tantangan hidup di kota besar, tidak
adanya lahan sehingga harus berbagi jemuran.
Mba
Erni menyarakan agar suatu ide disandingkan dengan hal lain agar ada
pembelajaran. Ada pesan tapi jangan menggurui dan berhati-hati dalam
memilih karakter. Perlu dicek apakah sudut pandang dan karakter yang
kita gunakan dapat menyampaikan nilai yang ingin disampaikan.
Mba Erni membagi tips agar pembaca merasa ikut terlibat dengan tokoh:
a. Menggunakan sudut pandang orang pertama
b. Sentuh masalah yang dialami semua orang
Mba
Erni biasanya menulis di rumahnya setelah shalat subuh dan tengah
malam. Beliau tidak biasanya menulis di kafe. Tiap penulis punya gaya
dan cara masing-masing untuk produktif menulis.
Sebelum
mengirim cerpen ke Femina atau media lain, Mba Erni mempelajari
karakter cerpen yang dimuat di media tersebut selama satu tahun.
Image Courtesy of Erni Aladjai & Femina Magazine |
Di akhir sesi, Femina mengajak peserta untuk bergabung dalam Writers's Club Femina. Situs komunitas ini membuka ruang seluas-luasnya pada para pencinta fiksi untuk berkreasi. Kirim koleksi cerpen karya Anda dan asah kemampuan menulis Anda melalui berbagai artikel dan tip penulisan dari para penulis dan anggota komunitas lainnya. So, say goodbye to writer's block and start writing!
:)
Note: Tulisan tentang buku sekarang pindah ke blog Hana Book Review (hanabilqisthi.wordpress.com)
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung :D
Yang menulis belum tentu lebih pintar dari yang membaca
Jadi, silahkan kalau mau memberikan kritik, saran, umpan balik & pujian.
:D