Top Social

Why I love to watch Return of Superman (Korean Variety Show)

|
The Return of Superman (Superman is back) is a Korean variety show on KBS World where the celebrity dads are looking after their kids while the moms are away from home.

Image download from The Return od Superman KBS World Facebook Fanpage



I love watch this variety show because it reminds me that:

* Allah is Al-`Adl (The Just)

If you look carefully, you will realized that every family have their own strength weakness, and their own problem. There are no perfect family so if you see a family that somehow seemed "perfect".
They are not. They seemed "perfect" because they grateful for what they have and choose to love their family's members despite their imperfection.

Sometimes we envy the happiness of others. When those things happen, remember and believe that God is The Just. Things that make other people happy is not necessarily make you happy, or vice versa. Allah knows His servants better.

Family is a beautiful thing
Family are beautiful people
That's why I like family, because they are beautiful
Lee Haru

* Allah never gives his servant, a trial that is too great too bear.

The children often give their parent, especially the dads, "challenges", such as being picky eater, hard to sleep, often cried a lot.
At first, The dads shocked, confused, helpless, and often show a lot incompetencies when handle their children. But in the end, they learn that they can overcome the challenges that has been given by their children (They learn how to cope with the situation). Alhamdulillah, It is work out in the end \(^0^)/

*The greater the test and trial, The greater the reward
Raising children maybe hard and need a lot of sacrifice, but it worth the pain. The dads often admit the children gave them great amount of happiness, a richer and fuller life.

"No matter how tired I am outside, 
I feel my heartbeat rise when I go home."
Lee Hwijae


Bingung? Yuk baca versi bahasa Indonesianya disini


Change Focus: #AlhamdulillahFor

|
I recalled that whenever I took a test, like Kraeplin or Pauli, I often still think my mistake when I do the next columns, even I have corrected the wrong one, I still worry whether the tester can read my writing or not. It often slowed me down.

The other thing that I realized that it is easy for me to see what's wrong, instead what's right in something. I often found myself become critical or cynic.

That made me realized that I often focus on my mistake in the past instead focus in the present, see the opportunity to change, fix it and make it better (have a growth mindset). Focus in the past hindering my process to be a better person.

Yeah, I can not be in this state forever. (I don't want to)
I should do something to change this.
(suddenly I hear "Let It Go" Frozen Song in my head. Hahaha)

And Alhamdulillah I found this:



Often what makes us fall into despair is focusing on the wrong things. 
For example, if we’ve sinned, we focus on the sin, rather than the Most Merciful.
If we’re broken, we focus on the break instead of Al Jabbar, the One who mends.
 If we are in pain, we focus on the pain itself, instead of on the One who removes all pain. 
If we are wounded, we focus on the wound instead of on the One who heals all wounds.
 If we’re scared, we focus on the fear, instead of the Protector. 
And if we’re facing a problem, we see the problem, but not the One who can solve it. 
We see the lion, but not the lion tamer.
 We see the imperfections of dunya, but not the perfection of Allah. 
We see the immediate, but not the Tomorrow, the tree, but not the fruit, the thorn, but not the rose.
 All our pain, all our despair, all our hopelessness, stems from looking at the creation, instead of the Creator.
 Ask yourself: what is your heart looking at?
by Yasmin Mogahed

Reading this made me realize I should change my focus. I should stop worry about past mistake and failure. I should put them in the box with "past" label. I should let them go after learned my lesson. I should learn to forgive myself, and give myself a chance to be a better person.
 The most important thing is I should change heart focus to Allah, the Creator, not the creation.

Image courtesy of artur84 at FreeDigitalPhotos.net

One thing that I do tho change my focus is I currently keep a journal about what good things that I appreciate for that day. I gave the name "#AlhamdulillahFor" project and I planning to do this for a month.
I know this is not enough, there are many things I have to do to change, but this time I begin to take one small step for change.

Bismillah
Wish me luck guys :D

Yuk baca versi bahasa Indonesianya disini




Why I like Ustadh Nouman Ali Khan

|

Hahahaha
“Han, what do you laugh at?” asked my coworker
“I watch Ustadh Nouman Ali Khan Lecture”
They often puzzled when heard my answer, maybe they thought how hear an Islamic lecture could make me laugh.
But It is true. (at least for me)


Ustadh Nouman Ali Khan often presents his lecture in entertaining way yet educate, without losing points he had meant to be delivered
If you are Muslim and asked me recommendation what to watch on Youtube, I will answer Ustadh Nouman Ali Khan :D
The first lecture that I watched delivered by him is


I fell in love with him instantly :D


Image download from Nouman Ali Khan Facebook Fanpage

For example, this Quranic Gems playlist

I love his lecture because
*His lecture helped me understand Islam and Quran more
*I like his question, example, and how he presents his lecture. It is very easy to relate and to understand
*His topic usually cover some question that bothered me/ curious about but I am to lazy to find  out
* He made me see another point or perspective that I have never seen before, especially how important to learn Arabic. 

Alhamdulillah I am really thankful Allah made me watch his lecture. I believe he is one of blessing for Muslim Ummah. I hope Allah always guide, bless and protect him.


Fida

|

Pido~ begitulah orang-orang bilang bagaimana aku biasa memanggil sahabatku, Fida. Sumpah, sejujurnya aku merasa memanggilnya Fida, pakai F, tapi orang-orang bilang aku pakai P.  Hehehe

Sahabatku yang bernama Hafida Dewi Kusuma ini sering disangka sebagai saudara kembarku atau adikku padahal aku tidak pernah mengklaim demikian.

 
Aku dan Fida

Menurutku dari segi fisik kesamaan kami adalah: kurus dan pakai kerudung. Selebihnya ngga ada, jadi kenapa orang-orang sering menyangka kami saudara kembar atau bersaudara? It still mystery to me.

Meski kuakui, Fida sudah seperti saudara bagiku. Selama 3,5 tahun kuliah di UI, kami “tumbuh” bersama.  Aku pertama kali kenal Fida pas jaman mahasiswa baru di asrama UI, kamar kami kebetulan berhadapan-hadapan.  Dan ternyata ketika kami pindah dari asrama ke kosan pun, kamarku dan Fida tetap berhadap-hadapan.

Kalau pakai teori psikologi, mungkin kami dekat karena faktor proximity (kedekatan lokasi). Apapun itu, aku jadi sering ngobrol dengannya. Fida bilang bahwa aku adalah psikolog pribadinya, tapi jujur saja aku justru merasa dia psikolog pribadiku karena dia pendengar yang baik dan aku merasa intensitas aku bercerita padanya lebih banyak dibanding dia cerita padaku. Aku bisa menceritakan apa saja padanya: ringkasan kegiatan sehari-hariku, hal baru yang kupelajari di psikologi, SALAM, kisah cintaku, buku-buku yang aku baca, film yang aku tonton, dan lain sebagainya.

Fida itu editor pribadiku. Tiap kali membuat tugas esai psikologi, aku sering meminta tolong padanya untuk memberikan umpan balik dan memberi tahu bagian mana yang dia tidak pahami. O ia aku lupa bilang, (bagi yang belum tahu) Fida itu jurusannya akutansi. Thanks to her, aku jadi belajar tentang ekonomi dan akuntasi kalau dia lagi cerita tugas-tugas dan mata kuliahnya.

Fida juga teman seperjuanganku dalam hal akademik. Aku bersyukur dia mengambil keputusan untuk mengambil Semester Pendek dan juga lulus di semester 7 sehingga aku tidak merasa sendirian dan memiliki teman yang menyemangati dan bertukar informasi.  Hal lain yang aku kagumi dari Fida adalah kemampuan manajemen waktunya. Meski kegiatannya seabrek, FSI FE UI, Kepanitiaan, dan jadi Asdos, IPKnya tetap bagus.  Dia sepertinya sudah mengenal dirinya sendiri dan juga gaya belajar yang cocok untuknya.

Hal lain yang aku sukai dari Fida adalah dia itu orangnya murah (dia mudah diajak pergi, pinjam istilah Kak Randy). Misal aku sedang ingin pergi ke suatu tempat, entah Mal, Toko buku, biasanya Fida mudah menggiyakan ketika aku meminta menemani.

Aku bersyukur memiliki sahabat sepertinya yang tetap bertahan dan bersabar menghadapiku. Misal: saat kami makan malam bersama, sering sekali aku yang menentukan tempat, dia selalu bilang terserah. Saat aku bertanya mengapa, dia jawab bahwa dia tahu aku picky eater, kalau dia yang memilih tempat, takutnya nanti aku ngga bisa makan atau makanannya ngga habis. Dia sendiri bukan tipe pemilih dalam hal makanan. Aku terharu mendengarnya.  

Ada banyak kekuranganku yang lain dan Fida tetap bersabar menghadapiku. Aku merasa benar-benar beruntung memiliki sahabat sepertinya. Alhamdulillah, Terima kasih ya Allah telah mempertemukan aku dengan Fida. Terima kasih Fida karena telah menjadi sahabatku. \(^0^)/




Terima Kasih

|
Image courtesy of thaikrit at FreeDigitalPhotos.net

Aku sedang menyesap secangkir green tea latte di sudut sebuah kafe, seorang lelaki datang  ke hadapanku.

Dia tersenyum dan menanyakan kabarku. Untuk beberapa saat kami mengobrol mengenai kabar dan kesibukan kami masing-masing.

Dadaku berdegup kencang dan aku keringat dingin. Ini akan jadi hari bersejarah. Dua bulan lalu, aku memberanikan diri menyatakan cinta padanya dan mengajaknya menikah.

“Aku sudah istikharah dan ...” Dia tampak ragu
Aku menatapnya dengan penuh harap
“I feel nothing”  Dia menatapku lekat-lekat.
“Apakah ini berarti jawabanmu adalah tidak?” tanyaku dengan suara bergetar
“Kau tahu, kakak sepupuku nyaris batal menikah karena calonnya orang Padang. Keluargaku sekonservatif itu.”
“Jadi, kau ingin bilang bahwa keluargamu tidak menerima yang bukan Tionghoa?”
“Kau ingat mantanku, Ranti, aku sempat menemui orang tuanya di Medan tapi berita tersebut diketahui keluarga besarku dan  mereka menunjukkan penolakan karena dia bukan amoy* . Saat itu aku hanya tersenyum, meneruskan makan, berpura-pura tidak mendengar, memikirkan yang mereka ucapkan.  Aku seserius itu dengan Ranti.”
“Bisakah kita hentikan percakapan ini? Aku ingin menangis.“ Aku berdiri dari kursiku. Aku tidak boleh menangis disini. Aku harus menahannya.
“Mira ...”
“Kita sudah sama-sama istikharah, kurasa ini jawaban dari Allah. Terima kasih sudah menepati janji untuk memberikan jawaban.”
Aku memaksakan diriku tersenyum kemudian beranjak pergi dari kursi.
Dia mengejarku
“Mir, sebenarnya aku juga ingin menikah tahun ini, sama sepertimu. Tapi tidak sekarang, biar aku yang nanti datang melamarmu”
Kakiku rasanya lemas. Bukankah dia tadi menolakku? Mengapa sekarang memberi pernyataan yang seolah memberi harap? Batinku
Aku diam membisu, terlalu bingung untuk menjawab.
Mungkin ini tidak nyata.  Waktunya untuk sadar.
 “Sebaiknya aku pulang” ujarku pelan,  menghindari tatapannya.
 “Kau ingin kuantar pulang? ”
Aku menggeleng pelan dan kemudian mempercepat langkahku menjauh darinya.

...

Selama di jalan aku berkali-kali mengatakan pada diriku sendiri “Perkara seorang muslim itu selalu baik. Jika  mendapat nikmat , dia bersyukur dan jika mendapat musibah, dia bersabar” Air mataku mengalir dan merasakan napasku sangat sesak. “Saat ini kau menangis karena kau tidak mengerti, Mira. Kau harus ingat bahwa Allah tidak pernah zalim kepada hambaNya. Allah Maha Baik and He is the best planner. “

“Ya Allah, bantulah hamba untuk bersabar, bersyukur, dan  memahami hikmah dibalik peristiwa ini.”

Aku mengambil hapeku dan mulai mengetik di notes. Menulis surat untuk diriku sendiri.

Assalamu’alaikum Amira
Terima kasih telah memberanikan diri mengajak lelaki yang kau cintai menikah
Terima kasih telah mempertaruhkan harga dirimu
Mungkin kau akan sulit menerima penolakan, tapi percayalah itu keputusan Allah untukmu
Allah tidak pernah zalim terhadap hambaNya
Dia selalu memberikan yang terbaik
Allah tidak lalai memberi yang tidak kita minta, apalagi memberi yang kita minta
Bersiaplah untuk menerima lebih baik, lebih indah dari yang dibayangkan
It is not the way you imagined
It is even better
Terima kasih sudah berdoa dan shalat istikharah
Itu suatu kemajuan
Kalau khawatir, ubah khawatir itu menjadi doa
Percayalah nanti saat kau telah tua, kau justru akan menyesali hal-hal yang tidak kau lakukan, bukan yang telah kau lakukan.
Semangat!
Ambil hikmahnya!
I am proud of you!

Aku membaca kembali surat untuk diriku sendiri.

Aku terisak.
Terima kasih Allah.
Alhamdulillah ala kuli hal
Terima kasih untuk diriku sendiri.

*Amoy = perempuan berparas cantik, keturunan Tionghoa










Post Signature

Post Signature