Dilema SMS dan Email
Saya pernah mengirim sms kepada teman saya “Wah.. sombong nih ngga pernah ngasih kabar lagi”. Dia membalas sms saya dengan permintaan maaf berulang kali. Awalnya saya kebingungan karena saya bermaksud bercanda. Namun, teman saya mengira bahwa saya serius dan mengira saya marah padanya. Saya kemudian membaca ulang sms saya dan saya kemudian sadar sms saya bisa berupa sindiran jika dibaca dengan nada sinis dan pemenggalan “Wah.. sombong nih, ngga pernah ngasih kabar lagi.”. Saya berasumsi kemungkinan teman saya membaca sms tersebut dengan serius. Hal tersebut disebabkan karena karakter saya yang serius. Saya seharusnya memberikan emoticon atau menambahkan kata-kata seperti Just Kidding. Saya seharusnya menyadari adanya kemungkinan salah paham dalam menerjemahkan sms yang saya kirim karena dalam komunikasi nonverbal, teman saya sebagai penerima sms tidak dapat melihat ekspresi wajah dan intonasi perkataan saya.
Saat saya membaca Social Psychology ternyata kesalahpahaman sering terjadi dalam komunikasi nonverbal. Kruger, Epley, Parker, & Ng (2005, dalam Aronson, Wilson & Akert, 2007) meneliti komunikasi melalui email, suara dan tatap muka diantara mahasiswa kepada teman mereka dan orang asing. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kruger, dkk. (2005, dalam Aronson, Wilson & Akert, 2007) menunjukkan bahwa pengirim pesan memiliki kepercayaan diri yang tinggi bahwa mereka bisa mengkomunikasikan sindiran, humor, kesedihan, dan keseriusan dalam ketiga jenis komunikasi tersebut. Mereka mengira pesan yang mereka sampaikan sudah cukup jelas karena email sudah diberi emoticon seperti J. Namun ternyata kebanyakan dari mereka gagal mengkomunikasikan emosi yang mereka rasakan jika melalui email. Penerima pesan yang merupakan teman dan orang asing sama-sama gagal menerjemahkan atau menginterpretasikan maksud pengirim pesan. Hasil penelitian tersebut tersaji dalam bentuk grafik di bawah ini:
Penelitian tersebut membuktikan kata-kata dan emoticon belum dapat mewakili pesan yang ingin disampaikan pengirim pesan secara jelas. Hal tersebut terbukti keakuratan penerima pesan dalam email hanya 60% sementara keakuratan penerima pesan ketika berkomunikasi melalui suara dan tatap muka lebih tinggi. Hal ini membuktikan intonasi suara dan ekspresi wajah memiliki pengaruh dalam kejelasan penyampaian pesan.
Pelajaran yang saya dapat berdasarkan pengalaman yang saya alami dan hasil penelitian yang dilakukan Kruger, dkk. (2005), adalah kita harus berhati-hati dalam berkomunikasi melalui email dan sms karena kesalahpahaman dapat terjadi. Hal tersebut disebabkan penerima pesan tidak dapat melihat ekspresi wajah dan intonasi kita sehingga penerima pesan mengalami kesulitan dalam menerjemahkan pesan yang disampaikan pengirim pesan.
Daftar Pustaka
Aronson, E., Wilson, T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6th ed.). Upper Saddle River : Pearson Education, Inc.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung :D
Yang menulis belum tentu lebih pintar dari yang membaca
Jadi, silahkan kalau mau memberikan kritik, saran, umpan balik & pujian.
:D